12 November 2008

Saatnya untuk Ungkapkan Cinta

Sadarkah kita, bahwa waktu kita terlalu sering diisi dengan cerita cinta yang melulu berbau duniawi? Satu ketika berbicara tentang istri, anak dan keluarga, di kesempatan lain berbicara tentang peluang-peluang materil yang ingin diraih, salahkah? Berbicara benar-salah tanpa timbangan yang jelas, justru akan menguburkan hakikat kebenaran yang ingin diraih. Memang, keluarga merupakan tanggung jawab yang harus diperhatikan. Bekerja mencari nafkah juga adalah kewajiban. Namun sudahkah hak Allah swt terhadap cinta yang kita miliki terpenuhi?.

Limpahan karunia waktu dan kesehatan yang tak terbilang, membuat manusia lalai bahwa nikmat itu ada dan pada saat yang sama sedang dirasakan. Detik demi detik dibiarkan berlalu percuma, tanpa sedikit pun terpikir untuk membuatnya bernilai, nilailah yang membuat waktu benar-benar ada, bukankah hakikat waktu yang dimiliki oleh seorang muslim adalah ketika dia berada dalam sholat, puasa dan ibadah lainnya?, dia sangat sadar bahwa dunia hanyalah ladang menggapai akhirat (Mazra`atul Akhirat) dan bukan akhir kebermaknaan hidup, terjebak pada senda gurau yang si-sia apalagi maksiat, jelas adalah ketololan yang nyata.

Suatu hari sahabat Umar r.a mengungkapkan cintanya kepada Rosulullah saw, "Aku mencintaimu lebih dari segalanya, kecuali terhadap diriku sendiri !", Rosulullah saw balik menukas, "Bahkan terhadap dirimu sendiri!", segera Umar menyambut, "Bahkan terhadap diriku sendiri wahai Rosulullah !". kutuju pintuMu tuk memohon karuniaMu

Buka lah Ya....Allah RidhoMu

Apa yang dapat dipetik dari dialog singkat ini? Sesungguhnya, Rosulullah saw ingin mengajarkan kepada umatnya, betapa ananiyah (egoisme) terlalu sering membutakan mata hati kita sehingga abai terhadap kebenaran yang datang mengetuk. Tidak berhenti begitu saja, ananiyah membuat seseorang dapat dengan lihai merekayasa kebathilan tampak sebagai kebenaran, atas nama kesejahteraan duniawi dan sesaat, karenanya tidak ada solusi kecuali memangkas sifat tercela ini hingga keakar-akarnya, dengan menjadikan cinta kita kepada Allah swt dan RosulNya diatas segalanya.

Kecintaan pada Allah swt dan RosulNya akan memacu semangat seorang muslim untuk berbuat yang terbaik demi menggapai keridhoanNya, disisi lain ia berfungsi ganda sebagai kendali konkrit terhadap kemaksiatan, ia menjadi nafas bagi gerak, kerja dan tindakannya, dan menjadi warna bagi ritme hidupnya. Ibnu Qoyyim pernah bertutur dalam Al-Fawaid, "Seorang hamba tetap terputus hubungannya dengan Allah, hingga keinginan dan cintanya terhubung dengan wajahNya yang Maha Tinggi yaitu mengarahkan cinta kepadaNya dan hanya menyangkut DiriNya tanpa ada satupun penghalang".

Begitu banyak peluang bernilai pahala yang dapat diraih, kesempatan yang belum tentu datang kembali dalam kehidupan kita. Sebisa mungkin, mari senantiasa kita manfaatkan setiap peluang dan kesempatan yang ada, untuk melimpahkan rasa cinta dan sayang kita kepada Allah dan RasulNya dengan mematuhi segala perintah dan larangannya. Seperti yang dituturkan oleh ma`ally bin Fadhl, jika generasi awal islam berdoa selama 6 bulan untuk berjumpa Ramadhan, dan selama 6 bulan sesudahnya mereka berdoa agar amalannya pada bulan itu diterima. Karenanya ungkapkanlah cinta dengan perbuatan, jangan sekedar kata-kata ! Wallahu a`lam [Sabili]

Pariwara